27 September 2006

= Hari yang gila

Tadi aku diajak si Dika pergi ke studio DMR untuk ngejam bareng. Yaah biar ada kegiatan untuk mengisi liburan, lagian aku bosen juga ngabisin waktu dirumah terus nggak ngapa-ngapain. Jadi setelah menjemput Dika, aku pergi main-main ke studio DMR. Disana aku dan Dika ngejam sepuasnya sampai keringatan. Karena keasyikan main drum, aku sampai lupa kalau aku sedang puasa. Dan setelah aku tersadar, barulah aku berhenti main drum.

“Kok kau gak ngingatin aku sih Dik, kan aku jadi kecape’an gini” kataku.

“Lah, aku kira kau orang sakti. Jadinya ya aku biarin aja.” kata Dika dengan muka polos sambil jilatin gitar.

Tapi sayang sekali saudara-saudara, tubuhku yang bahenol ini menjadi lemas tak berdaya karena kekurangan bensin (nama lain H2O). Walaupun didera kehausan yang amat sangat, aku tetap berusaha menjalankan ibadah puasa. Tapi aku tetap tidak tahan. Lalu aku berfikir bagaimana mensiasati keadaan ini tanpa harus membatalkan puasa.

Akhirnya berkat inspirasi dari kata-kata Dika, aku memutuskan untuk jalan-jalan ke Plaza Medan Fair untuk refresing sekaligus mendinginkan badan. Kami berdua pun berangkat dengan sepeda motorku menuju Plaza Medan Fair.

Sesampainya di Plaza Medan Fair, aku dan Dika jalan-jalan gak jelas kayak orang bego. Liat ke kiri, ada orang makan ayam goreng, liat ke kanan ada cewek seksi. Aduuuh, besar sekali godaan yang kami dapatkan. Dan akhirnya kami memutuskan untuk duduk-duduk saja di dekat escalator sambil memandangi orang-orang dibawah dari lantai dua.

Waktu aku duduk-duduk sama si Dika, tiba-tiba ada yang nimpuk kepalaku dari belakang pake botol minuman. Pas aku liat kebelakang, loh kok gak ada orang. Jangan-jangan…L Hantu Sundel Bohong. Ternyata kata si Dika, tadi ada anak-anak yang buang tuh botol minuman dari atas escalator. Dasar sialan, untung aja aku lagi puasa, kalo nggak udah ku kawinin tuh anak-anak. Akhirnya aku mencoba sabar dan membuang botol itu kesamping.

Eeeeehh memang sial nauzubilah, entah ada angin darimana. Botol yang kulempar kena satpam yang jaga didekat escalator. Melihat hal spektakuler itu, aku langsung terdiam membisu seperti tisu kena susu asu dan tak bisa berkata apa-apa. Burungku pun pucat pasi. “Mampus aku, bakal di cincang aku sama nih satpam”.

Dalam kebingunganku itu, untung aja kali ini otak si Dika yang longor gak ketinggalan di rumah seperti biasanya. Dia langsung inisiatif narik tangan ku dan kami berlari masuk ke lift. Dan dengan cepat kami mencet tombol lantai paling bawah, biar langsung menuju ke tempat parkir.

Gila, serem banget deh. Untung aja tuh satpam gak ngeliat. Kan bisa ancur badanku kalau di tonjok sama satpam yang badannya kayak king kong, berkumis, dan kudisan.

Sesampainya diparkiran motor, dengan nafas yang masih terengah-engah karena berlari, kami langsung bergegas menaiki sepeda motor. Tapi pas kami udah naik, ya ampuuun ban motorku bocor lagi. Memang hari ini hari yang gila neeh, ucapku dalam hati. Dan agar tidak menjadi lebih parah, Dika sang mantan tukang tambal ban memeriksa ban motorku yang bocor, mana tau ada paku yang masih nempel di bannya. Dan sewaktu si Dika muter-muterin ban belakangnya, eeeh tangannya si Dika kepegang tahi ayam (atau mungkin tahi kucing) yang nempel di ban motorku. Siaaal banget deh.

“Gilak, kayaknya kita bisa masuk rekor Guinness book of Sial nih”, kataku menanggapi kesialan bertubi yang kami hadapi hari ini.

“Alaaah, jangan ngomong aja laaahh. Gimana neeh cara kita pulangnyaaaaaaaaa !?” tanya Dika panik.

Lalu dengan sekuat tenaga, kamipun mendorong motorku secara bergantian sampai ke tempat tambal ban yang jauhnya kebangetan.

Namun, semua kesialan itu terbayar setelah aku sampai dirumah. Waktu buka puasa, nenekku buat kolak pisang kesukaanku. Alhamdulillaah, mantap banget rasanya. Akhirnya kusadari bahwa setiap cobaan itu ada hikmahnya. Bahwa kalo jalan-jalan lagi jangan bawa si Dika. Huh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

sip-sip